Senin, 29 Juni 2009

Kelebihan Dan Kekurangan Teori Pers Otoritarian Dan Libertarian

Pada dasarnya, segala sesuatu di dunia ini bagaikan dua sisi keping mata uang yang berbeda. Baik-buruk, positif-negatif, memiliki kekurangan dan kelebihan. Begitu juga halnya dengan teori pers, baik itu otoritarian maupun libertarian. Masing-masing memiliki kekurangan dan juga kelebihan. Berikut ini saya coba menyampaikan analisisnya.
Kelebihan Teori Per Otoritarian :
1.Media lebih terkontrol dalam pemberitaannya.
2.Menghindari adanya persaingan yang tidak sehat diantara media.
3.Pemerintah dapat menjalankan tugasnya tanpa ada tuntutan atau kritikan yang biasanya disampaikan melalui media.
Kekurangan Teori Pers Otoritarian :
1.Tidak adanya nilai-nilai universal di dalam kebebasan pers.
2.Media hanya menjadi tirani dan alat kepentingan bagi penguasanya.
3.Pers tidak dapat menjalankan fungsi kontrol sosialnya.
4.Pers tidak dapat secara bebas menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi, mendidik, dan menghibur.
Kelebihan Teori Pers Libertarian :
1.Pers lebih bersifat independen dan tidak berpihak pada penguasa.
2.Pers pada akhirnya akan lebih memihak pasar
3.Pers lebih dapat menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial, penyebar informasi, Pendidik, dan penghibur.
Kekurangan Teori Pers Libertarian :
1.Media massa pada sistem ini hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya karena tujuan sebenarnya adalah pengakumulasian modal
2.Terjadinya persaingan yang tidak sehat antar pers dalam menyampaikan informasi.
3.Adanya kebebasan yang berlebihan dari media karena kontrol dilakukan oleh media itu sendiri


Made Gilang Darma Wijaya / !53070078 / Kelas B

Sabtu, 27 Juni 2009

Teori Pers Otoritarian dan Libertarian

Pers adalah lembaga sosial (social institution) atau lembaga kemasyarakatan yang merupakan subsistem dari sistem pemerintahan di negara dimana ia beropreasi, bersama-sama dengan subsistem lainnya. Namun, kepada siapa pers harus mengabdi? Pertanyaan penting yang harus dijawab terlebih dahulu dalam hal ini adalah kehidupan pers macam apakah yang kita kehendaki ke depan. Kebebasan pers dan demokratisasi media di Indonesia sudah berlangsung sebelas tahun. Sejak reformasi Mei 1998, banyak terjadi perubahan monumental: pembubaran Departemen Penerangan, penghapusan SIUPP, lahirnya UU Pers No 40/1999 dan UU Pers No 32/2002 yang cukup demokratis, serta terciptanya iklim politik yang kondusif bagi pelembagaan kebebasan pers. Kebebasan pers, sebagaimana demokrasi, adalah prinsip yang universal. Dia tak mengenal batas ruang dan waktu. Ruh dari kebebasan pers adalah penghargaan terhadap perbedaan dan keberagaman sehingga berkembang terminologi pers sebagai ruang publik. Setiap orang, setiap pihak, harus diberi kesempatan yang sama untuk berbicara tanpa memandang perbedaan yang ada.

Teori Pers Otoritarian, menyatakan bahwa kebebasan pers sepenuhnya bertujuan untuk mendukung pemerintah yang bersifat otoriter, sehingga pemerintah langsung menguasai, dan mengendalikan seluruh media massa. Teori ini hampir dipakai oleh semua negara, pada saat masyarakat dan teknologi telah cukup maju dalam menghasilkan apa yang kita namakan media massa dalam komunikasi. Teori ini membentuk dasar bagi sistem-sistem pers di berbagai masyarakat modern; bahkan di negara yang tidak lagi menggunakannya, teori ini terus mempengaruhi praktek-praktek sejumlah pemerintahan yang secara teoritis menyetujui prinsip-prinsip libertarian. Dalam sistem otoritarian, perilaku dan kinerja politik dalam bentuk apa pun akan terawetkan karena memang tidak ada pintu politik untuk perubahan. Berbagai perubahan hanya terjadi jika dikehendaki oleh sang penguasa otoriter dan tentu saja bentuk-bentuk perubahan itu sesuai dengan kehendak dirinya.

Fakta-fakta Teori Pers Otoritarian :

  • Berkembang di Inggris pada abad 16 dan 17, dipakai secara meluas di dunia dan masih dipraktekkan di beberapa tempat sekarang ini.

  • Teori ini muncul dari filsafat kekuasaan monarki absolut, kekuasaan pemerintah absolut atau kedua-duanya.

  • Tujuan utamanya mendukung dan memajukan kebijakan pemerintah yang berkuasa dan mengabdi pada negara.

  • Pemerintah atau seseorang yang mempunyai kekuasaan dalam kerajaan adalah orang yang berhak mengatur dan menggunakan media untuk kepentingannya.

  • Media dikontrol melalui paten-paten dari pemerintah, izin dan sensor.

  • Media massa dilarang untuk melakukan kritik terhadap mekanisme politik, dan para pejabat yang berkuasa.

  • Media massa dimiliki oleh swasta perorangan atau masyarakat umum.

  • Media massa dianggap sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan pemerintah, walaupun tidak harus dimiliki oleh pemerintah.


Teori Pers Libertarian, menyatakan bahwa pers harus memiliki kebebasan yang seluas-luasnya untuk membantu manusia mencari dan menemukan kebenaran yang hakiki. Pers dipersepsikan sebagai kebebasan tanpa batas, artinya kritik dan komentar pers dapat dilakukan pada siapa saja.

Fakta-fakta Teori Pers Libertarian :

  • Teori ini berkembang di Inggris setelah tahun 1688, dan kemudian di Amerika Serikat.

  • Teori ini muncul dari tulisan-tulisan Locke, Milton dan Mill, dan filsafat umum tentang rasionalisme dan hak-hak asasi.

  • Tujuan utamanya adalah memberi informasi, menghibur dan berjualan, tetapi tujuan utamanya adalah membantu untuk menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintah.

  • Dalam teori ini disebutkan, media massa diatur oleh siapa saja yang mempunyai kemampuan ekonomi untuk menggunakannya.

  • Media dikontrol dengan proses pelurusan sendiri untuk mendapatkan kebenaran dalam pasar ide yang bebas, serta melalui pengadilan.

  • Media massa dilarang melakukan penghinaan, kecabulan, kerendahan moral dan pengkhianatan pada masa perang.

  • Media massa dianggap sebagai alat untuk mengawasi pemerintah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mayarakat lainnya.


Made Gilang Darma Wijaya / 153070078


Senin, 22 Juni 2009

2.500 bahasa di dunia terancam punah

Fakta mengatakan, dunia telah kehilangan bahasa Ubykh di Turki dan tahun lalu bahasa Eyak yang dipakai di Alaska juga juga punah, setelah wanita yang bisa menggunakannya Marie Smith Jones meninggal dunia. Seperti dikutip AFP, Jumat (20/2), dari 6.900 bahasa di dunia, 2.500 diantaranya berada dalam bahaya kepunahan. Hal ini seperti tercantum dalam data badan dunia PBB Unesco. Jumlah ini semakin meningkat, dari data 2001 lalu di mana tercatat ada 900 bahasa yang terancam hilang. Dan berdasarkan data terbaru, saat ini ada 199 bahasa di dunia yang dikuasai kurang dari selusin orang, antara lain bahasa Karaim yang hanya digunakan oleh 6 orang di Ukraina, dan bahasa Wichita hanya digunakan 10 orang di negara bagian AS, Oklahoma.

Nah, mungkin ini yang cukup mengkhawatirkan, bahasa Lengilu hanya digunakan oleh 4 orang aja di Indonesia. Harapan sedikit ada untuk 178 bahasa yang lain, mereka digunakan oleh 10 sampai 150 orang. Memang hampir 200 bahasa, mengalami kepunahan setelah 3 generasi, misalnya saja bahasa Ubykh yang punah pada 1992 ketika orang yang menguasainya Tefvic Esenc meninggal, lalu bahasa Aasax di Tanzania pada 1976. Berdasarkan catatan, India berada di peringkat atas jumlah total bahasa yang terancam punah di negeri itu ada 196 bahasa yang masuk daftar, diikuti Amerika Serikat 192, dan Indonesia di peringkat ketiga dengan 147.

Ogoh-ogoh, Tradisi unik sebelum Nyepi

Satu aktivitas dan tradisi unik di Bali serangkaian hari raya Nyepi adalah pawai Ogoh-ogoh yang dilaksanakan pada saat hari pengerupukan, yaitu sehari sebelum Nyepi. Pengerupukan adalah sebuah aktivitas untuk mengusir bhutakala (setan). Umumnya umat Hindu di Bali melakukan prosesi ini dengan cara memukul berbagai alat yang bisa mengeluarkan bunyi dan berkeliling rumah sambil membawa api. Suara gaduh yang ditimbulkan akan mengundang para bhutakala untuk berkumpul karena dipikirnya ada pesta. Saat itulah kita akan membakar ogoh-ogoh tersebut setelah diarak keliling kota dengan api yg sudah disiapkan dari daun kelapa yang kering. Sebenarnya prosesi ini memiliki makna membakar semua nafsu jahat yg ada pada diri manusia sehingga pada saat Nyepi kita bisa lahir kembali menjadi manusia baru yang ‘bersih’.
Ogoh-ogoh sendiri mulai diperkenalkan sekitar tahun 1993. Entah darimana inspirasinya, secara spontan anak-anak muda di Denpasar mulai membuat sebuah patung besar berbentuk binatang dari rangkaian bambu yg dihias, kemudian diarak keliling desa saat pengerupukan. Mendapat sambutan yg positif dari masyarakat luas, ogoh-ogoh pun berkembang dari tahun-ketahun. Design ogoh-ogoh yang dulunya binatang, kini sudah berkembang menjadi bentuk raksasa, tokoh pewayangan, bahkan sampai tokoh kartun. Nilai artistiknya-pun tidak main-main, benar-benar bagus dan menarik. Akhirnya mulai tahun 1998 ogoh-ogoh mulai diperlombakan. Ironisnya, hadiah bagi pemenangnya terkadang tidak sebanding dengan biaya pembuatan ogoh-ogoh yang mencapai puluhan juta. Tapi semangat anak-anak muda Bali untuk berkarya tidak pernah pudar. Mereka selalu beranggapan, “I don’t care with prize money, but more about satisfaction in making art.
Sayangnya tahun 2009 ini di Bali sendiri yang merupakan pencetus utama, mengeluarkan kebijakan untuk tidak melaksanakan pawai ogoh-ogoh. Hal ini berkaitan dengan mepetnya waktu pelaksanaan antara Nyepi dan juga Pemilu yang juga diadakan pada tahun ini. Namun di beberapa kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta, para pemuda-pemudi Hindu Dharma tetap membuat kreasi ogoh-ogoh. Walaupun pawainya sendiri hanya akan dilaksanakan disekitaran Pura setempat.