Senin, 22 Juni 2009

Ogoh-ogoh, Tradisi unik sebelum Nyepi

Satu aktivitas dan tradisi unik di Bali serangkaian hari raya Nyepi adalah pawai Ogoh-ogoh yang dilaksanakan pada saat hari pengerupukan, yaitu sehari sebelum Nyepi. Pengerupukan adalah sebuah aktivitas untuk mengusir bhutakala (setan). Umumnya umat Hindu di Bali melakukan prosesi ini dengan cara memukul berbagai alat yang bisa mengeluarkan bunyi dan berkeliling rumah sambil membawa api. Suara gaduh yang ditimbulkan akan mengundang para bhutakala untuk berkumpul karena dipikirnya ada pesta. Saat itulah kita akan membakar ogoh-ogoh tersebut setelah diarak keliling kota dengan api yg sudah disiapkan dari daun kelapa yang kering. Sebenarnya prosesi ini memiliki makna membakar semua nafsu jahat yg ada pada diri manusia sehingga pada saat Nyepi kita bisa lahir kembali menjadi manusia baru yang ‘bersih’.
Ogoh-ogoh sendiri mulai diperkenalkan sekitar tahun 1993. Entah darimana inspirasinya, secara spontan anak-anak muda di Denpasar mulai membuat sebuah patung besar berbentuk binatang dari rangkaian bambu yg dihias, kemudian diarak keliling desa saat pengerupukan. Mendapat sambutan yg positif dari masyarakat luas, ogoh-ogoh pun berkembang dari tahun-ketahun. Design ogoh-ogoh yang dulunya binatang, kini sudah berkembang menjadi bentuk raksasa, tokoh pewayangan, bahkan sampai tokoh kartun. Nilai artistiknya-pun tidak main-main, benar-benar bagus dan menarik. Akhirnya mulai tahun 1998 ogoh-ogoh mulai diperlombakan. Ironisnya, hadiah bagi pemenangnya terkadang tidak sebanding dengan biaya pembuatan ogoh-ogoh yang mencapai puluhan juta. Tapi semangat anak-anak muda Bali untuk berkarya tidak pernah pudar. Mereka selalu beranggapan, “I don’t care with prize money, but more about satisfaction in making art.
Sayangnya tahun 2009 ini di Bali sendiri yang merupakan pencetus utama, mengeluarkan kebijakan untuk tidak melaksanakan pawai ogoh-ogoh. Hal ini berkaitan dengan mepetnya waktu pelaksanaan antara Nyepi dan juga Pemilu yang juga diadakan pada tahun ini. Namun di beberapa kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta, para pemuda-pemudi Hindu Dharma tetap membuat kreasi ogoh-ogoh. Walaupun pawainya sendiri hanya akan dilaksanakan disekitaran Pura setempat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar